Andragogy sebagai faktor dalam man power planning

Ilham Bashirudin



Man power planning merupakan suatu kegiatan yang pada dasarnya adalah sebuah proses perencanaan. Dari proses dasarnya sudah seharusnyalah dalam man power planning ada hal yang memang sudah dipersiapkan untuk mengantisipasi segala hal yang berhubungan dengannya, bukan dilakukan dengan tiba-tiba. Berangkat dari permasalahan itulah perlu dilakukan pengembalian fungsi dari man power planning dengan memperhatikan faktor-faktor lain dalam lingkup SDM, salah satunya adalah transfer knowledge, sehingga manajemen suksesi dari suatu organisasi akan dapat terwujud.

Rencana dan perencanaan

Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwal, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaannya.
Berdasarkan cakupannya, rencana dapat dibagi menjadi rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi sedangkan rencana operasional adalah rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi.
Berdasarkan jangka waktunya, rencana dapat dibagi menjadi rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang umumnya didefinisikan sebagai rencana dengan jangka waktu tiga tahun, rencana jangka pendek adalah rencana yang memiliki jangka waktu satu tahun. Sementara rencana yang berada di antara keduanya dikatakan memiliki intermediate time frame.
Menurut kekhususannya, rencana dibagi menjadi rencana direksional dan rencana spesifik. Rencana direksional adalah rencana yang hanya memberikan guidelines secara umum, tidak mendetail. Misalnya seorang manajer menyuruh karyawannya untuk "meningkatkan profit 15%." Manajer tidak memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapai 15% itu. Rencana seperti ini sangat fleksibel, namun tingkat ambiguitasnya tinggi. Sedangkan rencana spesifik adalah rencana yang secara detail menentukan cara-cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Selain menyuruh karyawan untuk "meningkatkan profit 15%," ia juga memberikan perintah mendetail, misalnya dengan memperluas pasar, mengurangi biaya, dan lain-lain.
Terakhir, rencana dibagi berdasarkan frekuensi penggunannya, yaitu single use atau standing. Single-use plans adalah rencana yang didesain untuk dilaksanakan satu kali saja. Contohnya adalah "membangun 6 buah pabrik di China atau "mencapai penjualan 1.000.000 unit pada tahun 2006." Sedangkan standing plans adalah rencana yang berjalan selama perusahaan tersebut berdiri, yang termasuk di dalamnya adalah prosedur, peraturan, kebijakan, dan lain-lain.
Sedangkan perencanaan adalah suatu proses pengkajian secara terencana dan sistematis atas sesuatu untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Dari pengertian di atas, maka kita dapat melihat adanya dua elemen penting dalam perencanaan yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat dibuat sebuah pengertian untuk man power planning yaitu proses pengkajian secara terencana dan sistematis atas kebutuhan dan ketersedian tenaga kerja untuk menjamin ketersediaan dan distribusi tenaga kerja yang paling optimal.

Andragogy

Adanya perubahan paradigma dari pedagogik (cara belajar & mengajar anak-anak) ke paradigma yang berprinsip bahwa orang dewasa memiliki cara belajar yang unik. Orang-orang terkenal seperti Confucius, Lao Tse, Jesus, Aristotele, socrates, plato, cicero, beberapa orang terkenal lainnya merupakan guru bagi orang dewasa. Hal ini karena pengalaman orang dewasa tersebut berbeda sehingga mempengaruhi konsep belajar & mengajar. Belajar bukan lagi dipandang sebagai dominasi pendidikan formal. Mereka belajar sebagai suatu proses mental, bukan menerima secara pasif.
Model andragogi bukanlah sebuah ideologi, melainkan serangkaian asumsi alternatif, model tradisional yang membicarakan karakteristik dari situasi belajar. Andragogical model didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:
1. The need to know
Orang dewasa butuh untuk tahu mengapa mereka belajar sesuatu sebelum mereka belajar, apa konsekuensi positif ataupun negatif yang akan mereka dapatkan. Oleh karena itu, fasilitator membantu learner untuk memenuhi rasa ingin tahu orang dewasa tersebut. Misalnya, fasilitator bisa memberikan ‘intelectual case’ yang berguna untuk memperbaiki keefektifan belajar dan performance mereka dalam kualitas hidup mereka.
2. The learner’s self-concept
Orang dewasa ingin dilihat sebagai individu mampu mengerahkan diri sendiri oleh orang lain. Oleh karena itu, adult educator harus berusaha untuk menciptakan pengalaman belajar yang membantu adult untuk pindah dari pembelajar yang dependent ke pembelajar self-directing
3. The role of the learner’s experience
Adult lebih heterogen dalam gaya belajar, motivasi, intereset, dan tujuan sehingga dibutuhkan individualisasi dalam pengajaran dan strategi belajar. Pengaruh positif dari banyaknya pengalaman pada adult ini adalah misalnya, teknik belajar, kegiatan problem solving, dan lainnya. Sementara itu, pengaruh negatifnya adalah adult menjadi close-minded. Oleh karena itu fasilitator harus dapat memberikan ide-ide baru, alternatif, jalan berpikir dll.
4. Readiness to learn
Adult telah siap untuk mempelajari hal-hal yang ingin mereka pelajari dan mampu untuk mengatasi secara efektif situasi dalam kehidupan nyata. Implikasi kritis dari asumsi ini adalah pentingnya waktu pembelajaran yang harus disesuaikan dengan tugas perkembangan mereka. Namun, educator tidak dapat menunggu saja secara pasif. Bisa melalui performance dari orang yang superior, konseling karir dll.
5. Orientation to learning
Adults memiliki orientasi pada hidup (life-centered atau problem-centered). Adults termotivasi untuk belajar pada hal-hal yang dapat membantu mereka dalam mengatasi permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan. Oleh karena itu, akan lebih efektif jika ilmu-ilmu baru yang mereka hadapi disajikan dalam konteks situasi kehidupan nyata.
6. Motivasi
Adults dapat merespon pada motivasi eksternal (promosi, gaji yang lebih tinggi), tapi motivasi yang paling potensial adalah internal pressure (keinginan untuk meningkatkan kepuasan kerja, harga diri, kepuasan hidup dll). Tough (1979) dalam penelitiannya menyatakan bahwa seluruh adults termotivasi untuk tumbuh dan berkembang, tapi seringkali terhambat oleh halangan-halangan seperti konsep diri yang negatif, tidak adanya kesempatan, program yang berlawanan dengan prinsip pembelajaran adult dll.

Andragogy dalam MPP

Untuk mengoptimalkan proses dalam man power planning (MPP) maka kita harus melihat kembali tujuan dari proses tersebut, tujuan yang telah disebutkan (stated goal) bagi proses ini salah satunya adalah menyediakan tenaga kerja dengan prinsip the right man in the right time. Artinya output dari proses ini haruslah menyediakan tenaga kerja pada waktu yang tepat dengan suatu proses yang terencana dan sistematis sehingga hal yang dilakukan bukanlah hal yang incidental.
Disini perlu dilakukan identifikasi hal-hal yang menyangkut dengan man power planning atau dengan kata lain kita harus bisa melihat hal-hal yang dapat membuat “celah” pada sumber tenaga kerja yang dimiliki dan mengantisipasinya sebelum “celah” tersebut terjadi. Proses yang dapat mengakibatkan adanya “celah” dalam sumber tenaga kerja yang dimiliki salah satu penyebabnya adalah kurang teridentifikasinya hal-hal yang bersangkutan dengan proses tersebut.

Gambar 1. Hal-hal yang bersangkutan dengan MPP

Tidak dimasukkannya waktu untuk menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai (knowledge transfer’s time) dapat membuat perencanaan yang dilakukan bukan bersifat to anticipate but just to correct (incidental). Penyiapan tenaga kerja yang matang mampu mencover kurangnya tenaga kerja yang diakibatkan adanya pensiun. Dengan memasukkan hal tersebut maka kehilangan tenaga kerja yang cukup penting dikarenakan pensiun dapat diredam, karena pengetahuan dari tenaga kerja yang kaya akan pengalaman tersebut telah “menurunkan” ilmu yang dimilikinya sehingga hal ini juga sejalan dengan proses regenerasi organisasi.
Merujuk pada konsep belajar Andragogy yaitu belajar sebagai suatu proses mental, bukan menerima secara pasif, dan asumsi model ini maka dalam pembelajaran tersebut diperlukan pengajar ahli dalam bidangnya. Sehingga diperlukan sharing dari orang-orang yang telah lama bergelut di bidang tersebut agar alih pengetahuan yang dilakukan dapat berjalan efektif. Pengalaman dan pengetahuan dari tenaga kerja yang akan pensiun seharusnya dapat di bagi dengan tenaga kerja pengganti sebelum mereka keluar dari organisasi.
Secara teknis, perhitungan yang dilakukan dalam MPP dengan memasukkan faktor Andragogy, yaitu dengan menarik mundur waktu pensiun dari tenaga kerja tersebut dan mengurangkannya dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan tenaga kerja yang “matang”. Jadi jika waktu yang dibutuhkan untuk mematangkan tenaga kerja baru berdasarkan data dari pusat pendidikan adalah ± 2 tahun dan usia pensiun dari tenaga kerja adalah 56 tahun, maka seharusnya ketika tenaga kerja tersebut berusia 54 tahun (usia pensiun – waktu pendidikan) sudah di rencanakan untuk dilakukan pemenuhan tenaga kerja tersebut. Hal ini dilakukan supaya ketika tenaga kerja tersebut pensiun, organisasi sudah mempunyai pengganti yang siap dalam menggantikannya.

Gambar 2. Teknis perencanaan pemenuhan


Kesimpulan

Andragogy sebagai teori belajar orang dewasa merupakan salah satu faktor penting dalam man power planning yang selama ini terabaikan. Dengan memperhatikan hal tersebut diharapkan man power planning bukanlah suatu proses tambal sulam yang tidak terencana namun lebih pada mengantisipasi dan juga turut serta dalam upaya regenerasi organisasi.



Referensi

Handoko T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, BFE-YOGYAKARTA, Yogyakarta,1987.

http://angel.crysta-corp.com/

http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana

http://en.wikipedia.org/

http://psychemate.blogspot.com/

Komentar

Postingan Populer