Menyoal hirarki kebutuhan Maslow (dari sudut pandang psikologi, agama dan produktivitas)

oleh:
Ilham bashirudin

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). (http://id.wikipedia.org).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan fisiologis/ dasar
2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan untuk dihargai
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri
Dari hirarki di atas, penjelasan secara sederhananya adalah manusia akan termotivasi untuk melakukan sesuatu beranjak dari kebutuhan yang paling mendasar yaitu harta (sandang, pangan dan papan). Motivasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya. Supardi dan Anwar (2004:47) mengatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai tujuan (http://one.indoskripsi.com). Setelah kebutuhan tersebut terpenuhi maka barulah motivasi dari manusia beranjak ke kebutuhan di atasnya sampai dengan aktualisasi diri.
Apabila bentuk dari kebutuhan yang diungkapkan Abraham Maslow adalah hierarki, maka dalam memenuhi kebutuhan tersebut seseorang harus mengikuti urutan tersebut karena arti hierarki menurut kamus bahasa indonesia adalah hi•e•rar•ki /hiĆ©rarki/ n 1 urutan tingkatan atau jenjang jabatan (pangkat kedudukan); 2 organisasi dng tingkat wewenang dr yg paling bawah sampai yg paling atas (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/). Hierarki adalah tingkatan, maka urutan pemenuhan bila dikatakan sebagai hierarki maka harus sesuai dengan tingkatan tersebut.
Apabila manusia berpikir sesuai konsep hierarki maslow, dimana definisi hierarki seperti disebutkan di atas, maka sebenarnya manusia tidak akan beranjak dari usahanya memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu sandang, pangan dan papan. Semakin banyak mereka ingin memiliki harta semakin kurang pula harta yang mereka rasa miliki, seperti meminum air laut, sebanyak apapun tidak akan melepaskan dahaga kita, hal ini dikarenakan secara fitrah manusia itu menyenangi harta dunia, seperti yang disebutkan dalam Al Quran. "Diperhiaskanlah untuk para manusia itu - yakni diberi perasaan bernafsu - untuk mencintai kesyahwatan-kesyahwatan dari para wanita, anak-anak, kekayaan yang berlimpah-limpah dari emas dan perak, kuda yang bagus, binatang ternak dan sawah ladang. Demikian itulah kesenangan kehidupan dunia dan di sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik-baiknya." (ali-Imran: 14).
Berkutatnya manusia dalam kebutuhan dasarnya adalah seperti lingkaran setan yang tidak pernah ada habisnya dan melalaikan dari hal yang lain, ini sudah diperingatkan dalam Al Quran : "Engkau semua dilalaikan oleh perlumbaan mencari kekayaan, sehingga engkau semua mengunjungi kubur - yakni sampai mati. jangan begitu, nanti engkau semua akan mengetahui, kemudian sekali lagi jangan begitu, nanti engkau semua akan mengetahui - mana yang sebenarnya salah dan mana yang tidak. jangan begitu, andaikata engkau semua dapat mengetahui dengan ilmu yakin, tentu engkau semua tidak berbuat seperti di atas itu." (at-Takatsur: 1-5). Selain lalai juga perkutatan tersebut memperbudak manusia, padahal hal tersebut juga sudah di peringatkan dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Binasalah - yakni celakalah - orang yang menjadi hambanya dinar - emas - dan dirham - perak, beludru sutera serta pakaian. Jikalau ia diberi itu relalah hatinya dan jikalau tidak diberi, maka tidaklah rela - maksudnya ialah amat sangat tamaknya. (Riwayat Bukhari). Kelalaian dan perbudakan tersebut yang selanjutnya dalam hubungannya dengan produktivitas, akan menurunkan kerja seseorang yang berujung pada turunnya produktivitas.
Dari uraian di atas, maka menurut pemikiran saya, teori kebutuhan maslow sebaiknya bukan dalam bentuk hierarki namun lebih tepat berbentuk kuadran seperti yang dikemukakan Robert Kiyosaki and Sharon Lechter dalam bukunya Rich Dad Poor Dad. Jika dalam kuadaran maka perpindahan secara acak memungkinkan, namun bila dalam hierarki maka perpindahan harus sesuai dengan urutannya, akan tetapi perpindahan dalam bentuk pentagram dan dimulai dari aktualisasi diri.
Mengapa dimulai dari aktualisasi diri? apakah aktualisasi diri berpengaruh terhadap produktivitas?. Dalam hubungannya dengan organisasi dan produkivitas, secara psikologis menunjukkan bahwa kegairahan semangat seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sangat dipenuhi oleh motivasi kerja yang mendorongnya. Tegasnya, setiap karyawan memerlukan motivasi yang kuat agar bersedia melaksanakan pekerjaannya secara bersemangat, bergairah, dan berdedikasi (Nawawi, 1997:356). Apabila kebutuhan akan aktualisasi diri menjadi kebutuhan dasar maka dengan demikian berarti motivasi manusia dalam melakukan sesuatu bergerak dari dalam dirinya sendiri, inilah sebuah motivasi yang kuat dan sehat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Carl Rogers, seorang ahli psikologi aliran humanisme, yang mengatakan bahwa motivasi orang sehat adalah aktualisasi diri. Menurutnya, aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologis yang unik.
Dalam kaitannya dengan keimanan, teori maslow dan produktivitas, seseorang dengan keimanan yang baik, maka motivasi awal mereka dalam melakukan sesuatu adalah mengaktualisasikan diri sebagai hamba Alloh SWT sehingga dalam menggapai kebutuhan-kebutuhan lainnya mereka menggunakan cara-cara yang sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Alloh SWT dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dengan motivasi yang sehat, maka cara untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan berikutnya akan sesuai dengan cara yang sehat pula, tidak dengan menghalalkan segala cara.
Motivasi sehat yang bersumber pada keimanan, salah satunya iman kepada qada dan qodar, dimana arti dari qada adalah hukum dan qodar adalah batasan. Keimanan akan dapat meningkatkan produktivitas dari seseorang, penjelasan secara sederhananya, ketika seseorang dihukumi (qada) akan lulus ujian, namun batasan nilai yang akan diperoleh (qodarnya) ditentukan oleh usaha yang dilakukan. Dalam pengertian, ketika dia belajar biasa saja maka dia akan lulus dengan nilai sekian, namun apabila dia berusaha dengan sungguh-sungguh dan semaksimal mungkin, dia akan mencapai batas maksimal nilai yang telah ditetapkan oleh Alloh SWT.
Ada beberapa pihak yang mengatakan jika seperti demikian adanya, berarti kita tidak perlu berusaha karena kita sudah ditentukan hukum dan kadarnya. Anggapan seperti itu tidaklah benar dan seharusnya tidak dimiliki oleh seseorang yang beriman. Karena qada dan qodar adalah sesuatu yang rahasia yang hanya Alloh saja yang mengetahuinya, sehingga jika kita beriman kepada qada dan qodar maka kita akan berusaha seoptimal mungkin karena kita tidak mengetahui apa yang telah dihukumi kepada kita dan seberapa maksimal dari batasan yang telah ditentukan tersebut. Hal ini diterangkan dengan baik oleh DR. Ahmad Janan Asifudin, M.A. dalam bukunya yang berjudul Etos Kerja Islami. Salah satu kesimpulan yang ada di dalamnya yaitu terdapat daftar keserupaan dan perbedaan antara orang yang teraktualisasikan dirinya dengan orang yang beretos kerja islami serta dampaknya terhadap kerja (telaah teoritis) (Djanan Afiudin, A., Etos Kerja Islami , (Yogyakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), h.224.).
Dari sudut pandang psikologi maupun sudut pandang agama, motivasi aktualisasi diri akan memberikan dampak yang sangat positif terhadap kerja yang selanjutnya akan meningkatkan produktivitas seseorang, oleh karena itulah pemenuhan kebutuhan manusia seharusnya dimulai dari motivasi aktualisasi diri berdasarkan keimanan, dan ini merupakan salah satu aspek yang harus menjadi perhatian utama bagi organisasi untuk mendorong seseorang memiliki motivasi aktualisasi diri yang kuat, ditengah terpuruk dan rendahnya tingkat produktivitas, secara individu maupun secara organisasi.

Komentar

Postingan Populer