Antara Banci dan Homo

Tabloid Suara Islam EDISI 42, Tanggal 18 April - 1 Mei 2008 M/11 - 24 Rabiul Akhir 1429 H
Wacana seks kaum liberal mengenal istilah transeksual. Yaitu: (1) seseorang yang normal secara genetis dan tidak memiliki ciri interseks secara fisik (ketidakjelasan atas genital eksternal atau internal atau keduanya); (2) merasa dirinya anggota jender berkebalikan dari genital yang dimilikinya; (3) merasa tidak nyaman dengan tubuhnya; (4) menginginkan menyesuaikan tubuh dengan jiwanya, dan mengganti genital yang dimiliki menjadi genital sesuai jender yang dimiliki; (5) menginginkan diakui dan hidup secara sah (menurut hukum) sebagai anggota jender yang dimiliki.
Seorang transeksual bisa memiliki orientasi (kecenderungan) seksual homo, hetero, atau biseksual. Teori faktor penyebabnya ada tiga: (1) bawaan atau genetis; (2) hasil didikan lingkungan; (3) konsumsi beberapa zat kimia dan sejumlah polutan yang memberikan efek sama.
Tapi, teori genetika semakin digencarkan kaum liberal untuk dipercaya umum. Maksudnya, agar kelainan seksual orientasi diterima sebagai ''takdir'' atau ''kodrat''. Sehingga, perilaku homo dan lesbi pun biar dianggap lumrah.

Khuntsa
Islam memang mengenal banci atau khuntsa. Al-khuntsa dalam Bahasa Arab berasal dari kata khanatsa yang berarti ''lunak'' atau ''melunak''. Misalnya dalam kalimat khanatsa wa takhannatsa yang artinya ucapan atau cara jalan seorang laki-laki yang lembut dan melenggak-lenggok menyerupai wanita.
Banci yang diterima Islam sebagai realitas adalah benci fisik (hermaphrodyt). Yaitu seseorang yang alat vitalnya tidak sempurna sebagai lelaki atau perempuan.
Seorang khuntsa musti dioperasi guna menegaskan jenis kelamin atau jender. Tapi, penentuan jendernya bukan tergantung pada kemauan atau kecenderungan pribadi, melainkan dilihat bentuk fisiknya. Bila bentuk kelamin lelaki yang lebih dominan, maka dia harus disempurnakan sebagai penis. Demikian juga sebaliknya.
Kalau bentuk farji dobel berimbang (baik keduanya dominan atau malah samar, yang disebut khuntsa musykil), maka penentuan jendernya dapat dilacak pada 5 sifat organik seksual (Cermin Dunia Kedokteran No. 126/2000).
Yang pertama, susunan kromosom atau kelamin genetik. Manusia memiliki 23 pasang kromosom, 22 di antaranya hampir serupa, dan yang ke-23 adalah yang menentukan perbedaan jenis kelamin. Pada perempuan kromosom itu ialah XX, sedangkan pada lelaki ialah XY.
Kedua, jenis gonad. Lelaki mempunyai testes, sedangkan perempuan mempunyai ovarium.
Ketiga, morfologi genitalia eksterna, yang pada lelaki adalah skrotum, penis dan glans penis. Sedangkan genitalia eksterna pada perempuan adalah labia mayora, labia minora dan klitoris.
Keempat, morfologi genitalia interna yang pada lelaki yaitu vasa deferens, vesikula seminalis, dan epididimus. Sedangkan genitalia interna pada perempuan yaitu tuba falloppii, uterus, dan sepertiga bagian atas vagina.
Dan yang kelima adalah hormon seks, apakah testosteron (laki-laki) atau estrogen (wanita).

Hukuman
Perilaku bencong atau bencis, diharamkan Islam. Rasulullah memperingatkan: "Allah SWT melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki." Demikian pula operasi kelamin lantaran menuruti kecenderungan bencong, tidak dibenarkan.
Lebih-lebih, hubungan seks kelamin sejenis. Jangankan Islam, Yahudi dan Nasrani saja melarang. Misalnya, dalam Kitab Imamat (Leviticus) 20:13 disebutkan: “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.”
Ajaran Islam pun keras mencegah dan menghukumi praktik homo dan lesbian. Dari Jabir ra, Rasulullah saw berpesan: "Sungguh yang paling kutakuti (menimpa) umatku adalah perbuatan kaum Luth" (HR Ibnu Majah : 2563, 1457).
Rasullullah saw juga memperingatkan: ''Siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah keduanya" (HR Tirmidzi: 1456, Abu Dawud: 4462, Ibnu Majah: 2561, dan Ahmad: 2727).
''Allah melaknat siapa saja yang melakukan perbuatan kaum Luth (diulangi tiga kali)" (HR Nasa'i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 No. 7337).
''Allah tidak mau melihat kepada laki-laki yang menyetubuhi laki-laki atau menyetubuhi wanita pada duburnya" (HR Tirmidzi: 1166, Nasa'i: 1456, dan Ibnu Hibban: 1456 dalam Shahihnya).
Diriwayatkan oleh Khalid bin Walid, di pinggiran Kota Arab pernah terjadi perkawinan sesama laki-laki. Maka Khalid bersurat kepada Khalifah Abu Bakar as. Khalifah lalu bermusyawarah dengan para sahabatnya untuk menentukan hukuman buat pasangan tadi. Yang paling keras pendapatnya adalah Sayyidina Ali ra, yang berkata: "Tidaklah melakukan perbuatan ini kecuali hanya satu ummat (Nabi Luth) dan kalian telah mengetahui apa yang telah Allah lakukan kepada mereka. Aku berpendapat agar dia dibakar.'' Maka Abu Bakar lalu mengirim surat kepada Khalid bin Walid untuk membakar pasangan sesat itu.
Ulama lain berbeda pendapat soal teknis eksekusi terhadap pelaku homo. Tapi mereka sepakat dengan hukuman mati untuk kaum sodomi. Menurut Abdullah bin Abbas ra, pelaku homo diterjunkan dari ketinggian diikuti lemparan batu. Sedangkan Imam Syafii berpendapat, pelaku homoseksual harus dirajam sampai mati tanpa membedakan apakah dia bujangan atau sudah menikah.
Dalam Kitab Fathul Mu'in disebutkan, pelaku lesbi (musaahaqah) diberi sanksi sesuai dengan keputusan penguasa (ta'zir). Bisa jadi, penguasa atau hakim membedakan jenis hukuman antara pelaku lesbi yang ''terpaksa'' dengan yang ''profesional''. Apalagi, untuk para promotor lesbi, dengan memelintir ayat Qur'an pula. Bisa jadi hukuman mati layak baginya. [aya hasna/www.suara-islam.com]

Komentar

Postingan Populer