“Find it, Build it and Sell it”

Apa sih yang di cari perusahaan? Yang bagaimana sih yang dicari perusahaan? Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah beberapa pertanyaan yang seringkali saya dengar dari teman-teman saya, baik mahasiswa maupun yang sedang berikhtiar mencari penghidupannya ketika kita berbicara mengenai dunia kerja.
Pada dasarnya saya, anda, kita adalah suatu “produk” yang dihasilkan dari proses tertentu, proses yang di maksudkan di sini adalah ketika kita belajar baik itu dalam pendidikan formal seperti halnya contohnya di perguruan tinggi maupun dalam pendidikan non formal contohnya kegiatan kemasyarakatan. Pada saat belajar di perguruan tinggi, kita sesungguhnya tengah diproses dengan suatu metode tertentu dari perguruan tinggi tersebut agar kita dapat menjadi “produk” sesuai kriteria yang telah ditentukan.
Dengan perumpamaan tersebut, maka pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana agar produk tersebut dapat laris di pasaran? Agar suatu produk dapat diterima dan diminati konsumen di pasar, haruslah ada sesuatu dari produk tersebut yang menarik orang agar mau membelinya. Hal tersebut dalam dunia marketing atau pemasaran disebut sebagai the unique selling proposition atau unique selling point.
Seperti telah disebutkan di atas, sebagai “produk”, dalam hubungannya dengan dunia kerja, setelah kita lepas dari perguruan tinggi maka fase ini adalah fase memasuki pasar tenaga kerja di mana dalam pasar tersebut banyak sekali pilihan. Ketika perusahaan ingin tenaga kerja yang kriterianya abcd, di sana terdapat beribu-ribu bahkan berjuta-juta produk abcd dengan beberapa variannya dan harga yang beragam pula. Jika kita sendiri sebagai “produk” tidak mempunyai sesuatu yang membedakan dan mempunyai daya tarik tersendiri maka akan sangat berat bagi kita untuk bersaing dengan produk-produk lainnya.
Oleh karena itulah kita harus memiliki suatu hal yang unik atau lain dari yang lain yang disajikan kepada pembeli yang kita sebut sebagai selling point. The unique selling proposition atau unique selling point (disebut juga unique selling point) adalah suatu konsep dalam pemasaran yang diusulkan pertama kali sebagai teori untuk menjelaskan pola pada suksesnya kampanye periklanan awal 1940an. Teori ini menyebutkan bahwa kampanye tersebut membuat suatu hal yang unik atau lain dari yang lain yang disajikan kepada pembeli dan inilah yang meyakinkan para pembeli tersebut untuk beralih ke merk yang lain, istilah ini dikemukakan oleh Rosser Reeves dari Ted Bates & Company (http://en.wikipedia.org/).
Bagaimana agar hal unik tersebut dapat menarik pembeli dalam hal ini perusahaan? Tentunya bila analogi kita adalah “menjual diri” (bukan menjual ehm’ yah) maka kita wajib hukumnya untuk mengadakan riset pasar mengenai hal apa saja yang dibutuhkan. Dari pengamatan saya (mungkin pendapat anda dapat berbeda pula terhadap pendapat saya karena riset yang anda lakukan terhadap populasi yang berbeda dengan yang saya amati dan itu adalah wajar dan sah saja), setidaknya seseorang yang dianggap pantas untuk dibeli perusahaan haruslah memiliki kriteria sebagai selling point orang tersebut sebagai berikut :

1. Mampu mengkomunikasikan ide
Mengapa hal ini menurut saya penting? coba saya tanyakan terlebih dahulu, berapa banyak orang pintar yang ada di perusahaan anda? Jika parameternya lulus ujian masuk perusahaan (tes masuk kerja biasanya meliputi tes potensi akademik, psikologis, kesehatan dan wawancara) berarti hampir semua orang di perusahaan anda pintar. Namun tidak semua orang pintar mampu mengkomunikasikan ide atau gagasan yang dimiliki. Seringkali kita merasa tidak mengerti apa yang dimaui oleh orang tersebut, walaupun orang tersebut pintar sekali, akan tetapi kepintaran tersebut yang tidak diimbangi dengan kepintaran mengkomunikasikan ide sehingga menjadi hambatan bagi orang lain dan akhirnya dianggap ide yang aneh, rumit, dan terkadang dalam ekstrimnya orang lain akan menganggap masa bodoh akan ide tersebut.

2. Sederhana dan tepat menyelesaikan persoalan
Permasalahan dalam dunia kerja tidak akan pernah selesai (kalau selesai nanti kita kerja apa dunk he2x masa makan gaji buta, maka bersyukur kalau ada masalah karenamasih ada kerjaan wkwkwkwkwk) dan selalu berkejar-kejaran dengan waktu. Seringkali permasalahan datang 5 menit yang lalu dan 10 menit ke depan harus sudah ada solusinya. Nah di sinilah perlunya seseorang yang mampu menyederhanakan sebuah persoalan dan mengatasinya dengan tepat dalam waktu yang cepat. Seperti analogi kita di atas bahwa kita adalah produk dari sesuatu dalam hal ini perguruan tinggi atau sekolah, ketika kita memasuki zona merah peperangan (ngeri amat bahasanya ya) kita pada dasarnya dibekali dengan berbagai macam ilmu untuk menyelesaikan setiap persoalan yang akan dihadapi. Jangan sampai ada sebuah persoalan yang memerlukan solusi cepat kita menggunakan teknik yang jauh di atas awan tapi waktu tidak terkejar, ibaratnya ketika kita ada masalah dengan lalat, kita menggunakan nuklir untuk membunuhnya, memang secara wahnya solusi kita keren sekali memakai teknologi tingkat tinggi namun bila dibandingkan dengan solusi menggunakan tangan untuk membunuh lalat tersebut maka yang kita lakukan pada teknik yang pertama akan terlihat sia-sia.

3. Pembelajar a.k.a up to date
Seperti yang telah di sebutkan di atas, persoalan datang selaras dengan perkembangan jaman sehingga kita juga harus bisa selaras dengan perkembangan jaman tersebut. Orang yang selalu mengikuti perkembangan jaman dalam artian teknologi, informasi dan lainnya yang berhubungan dengan keahlian yang dibutuhkan dalam dunia kerja, maka orang tersebut akan lebih mampu dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikan dengan lebih cepat permasalahan yang timbul.

4. Good Interpersonal Skill
Menurut saya inilah yang penting (bukan berarti yang lain tidak penting), karena ketika kita memilih orang dengan kriteria seperti tadi : mampu mengkomunikasikan ide, sederhana dan tepat menyelesaikan persoalan, dan pembelajar a.k.a up to date, namun sikapnya menyebalkan tentunya teman kerja dan orang di sekitarnya tidak akan menerimanya. Sebaliknya jika orang tersebut interpersonal skillnya bagus namun kapabilitasnya kurang, hal ini juga kurang mendukung dalam proses menjual diri.

Keempat kriteria sebagai selling point tadi, bukan sesuatu yang bisa diperoleh hanya dengan belajar untuk menunjukkannya saat wawancara saja, (biasanya para pelamar kerja belajar untuk menjawab wawancara dengan bahasa yang membuat dia kelihatan sebagai orang yang bagus sekali), bukan dengan cara seperti itu cara memperolehnya, karena salah satu rahasia pewawancara (ini rahasia ya jangan ngomong yang lain he2x tapi bukannya ini blog jadi setiap orang sudah tahu ya wkwkwkwkwk) karena sudah terlatih dalam melihat karakter seseorang, biasanya seorang ahli pewawancara bisa melihat karakter asli orang tersebut walaupun orang tersebut berusaha menutupi dengan mengatakan yang lainnya, bahkan yang sudah sangat expert bisa melihat karakter seseorang dar cara jalannya saja (dukun kali tuh pewawancara ya).

Sehingga selling point tersebut harus dibangun sebagai karakter kita istilah kerennya personal brand, jsehingga kita memiliki suatu merk dagang tertentu di mana ketika orang menyebutkan nama kita yang terbayang adalah karakter kita seperti yang di atas (jangan membayangkan yang lain ya he2x). Jadi mulai dari sekarang cari karakter yang menjadi merk dagang kita (brand yang tentunya dibutuhkan di pasaran tenaga kerja), bangun karakter tersebut sebagai selling point kita, setelah itu jual diri kita, dalam bahasa inggrisnya saya “Find it, build it and Sell it”, semoga bermanfaat.

Komentar

  1. @ Den Mas berkomentar ya mas :
    Tulisan Anda membuat saya tergugah untuk segera bangkit, berbenah diri. Demi masa depan yang lebih cerah,ayo kita tunjukkan bahwasanya kita mampu berkontribusi besar buat kemajuan perusahaan. Go go go,,, jaya jaya jaya :-)

    BalasHapus
  2. Terima kasih den, tapi terpaksa komen nih kayaknya wkwkwkwk tapi up to date teknologi jangan sampai lupa beristri lho ntar utak-atik komputer terus lupa nyari istri, atau mau istri virtual he2x pisss

    BalasHapus
  3. tulisan abi memberi masukan niy buat yang sudah di dunia kerja ataupun yang sedang mempersiapkannya. buat yang udah kerja untuk mengevaluasi kinerja seperti komentar mas den bagus, buat yang sedang mempersiapkan diri bisa menjadi inspirasi untuk mulai meningkatkan 'daya jual ' yang lebih tinggi sekaligus buat motivasi untuk memperhitungkan seberapa tiggi kita ingin dibayar. tapi kadang buat para dokter selling point ini tidak berlaku, karena dituntut mengedapankan pengabdian. atas nama pengabdian terkadang harga yang diterima tidak sebanding dengan kompetensi yang dimiliki. dan itu bukan karena gak punya 4 kriteria yang seperti dipaarkan ditulisan. tapi kalo ternyata keadaannya seperti itu mau bagaimana, tidak ada alasan untuk menuntut. dan kebanyakan ilmu mate-matika gak berlaku, 2+2 tidak sama dengan 4, dan 5x2 tidak sama dengan sepuluh, gak bisa itung2an ( makannya itu umi paling males banget suruh berhitung, hehehe)beruntung yang bisa bekerja di perusahaan, bisa menetapkan harga yang diminta dan bisa menuntut jika tidak menerima sesuai dengan haknya.

    BalasHapus
  4. Kalau masalah yang itu, silahkan umi baca yang menyoal kebutuhan maslow, mungkin lebih tepat arahnya ke sana. Karena seharusnya kita mengaktualisasikan diri kita dalam melaksanakan pekerjaan kita, super sekali (Mario Teguh mode :on)

    BalasHapus
  5. loh, tapi kan umi pengen komentar tulisan yang ini. jadi pengen bingung.

    BalasHapus
  6. maksudnya biar umi komen sana juga wkwkwkwk tadi abi beliin asinan bogor spesial buat umi ^_^

    BalasHapus

Posting Komentar

Komentar anda untuk membangun blog lebih baik

Postingan Populer