Bakti Seorang Ulama Buta pada Ibundanya

Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al Barrak[1] adalah salah seorang ulama negeri Saudi saat ini. Saya ingin menyebutkan kisah betapa berbaktinya Syaikh kami terhadap ibundanya dan Syaikh hafidzahullah telah mencontohkan teladan yang sungguh ajaib dalam berbakti, terkhusus di zaman sekarang ini. Ibunda Syaikh telah wafat sekitar 5 tahun silam. Saya akan menyebutkan beberapa kisah dalam beberapa point berikut tanpa perincian yang luas:

1. Syaikh Abdurrahman Al Barrak hafidzahullah dikenal hanya sedikit pergi haji. Sebabnya adalah tidak adanya persetujuan ibundanya rahimahallah. Beliau mulai berhaji lagi sejak Ibunya lemah ingatannya dan bercampurnya sebagian hal sehingga menjadi memberikan izin baginya untuk pergi haji.

2. Syaikh Al Barrak tidak pergi safar kecuali setelah diberi izin ibundanya. Suatu waktu, terjadi suatu permasalah di kampung halaman beliau di Al Bakiriyah daerah Al Qosim. Penduduk daerah tersebut meminta Syaikh untuk datang agar membantu menyelesaikan masalah tersebut karena kedudukan Syaikh yang berpengaruh di kalangan mereka. Maka Syaikh menyetujuinya untuk pergi asalkan dengan syarat jika diizinkan Ibunya. Maka sebagian saudara-saudara ibunya berbicara kepada Ibu Syaikh, dan karena segan maka kemudian diizinkanlah Syaikh Al Barrak. Setelah saudara-saudara Ibunya pergi, maka sang Ibu berkata pada Syaikh Abdurahman bin Nashir Al Barrak : ”Saya menyetujuinya karena mereka terus-menerus meminta padaku”.

3. Syaikh Abdurrahman dalam safarnya ke Mekkah dalam liburan musim panas tidaklah terputus dari menelepon ibunya. Tidak kurang dari dua kali menelepon ibunya dalam sehari. Bahkan beliau sempat memutuskan pelajaran yang sedang disampaikan dimana saat itu kami sedang membacakan kitab pada beliau di Masjidil Haram, Syaikh menelepon ibunya dan kemudian disambung lagi pelajaran saat itu.

4. Ibunda Syaikh tidaklah terus menerus tinggal bersama Syaikh. Berpindah-pindah, terkadang tinggal di rumah Syaikh namun terkadang di rumah anaknya yang lain (saudara kandung Syaikh). Tatkala tinggal di rumah Syaikh, maka Syaikh Al Barrak tidak tidur dengan istrinya, tapi tidur bersama Ibunya di kamar Ibunya dengan maksud siap sedia memenuhi segala permintaan Ibunya.

5. Di antara bentuk memenuhi hajat Ibunya, adalah Syaikh Al Barrak senantiasa berdiri menuntun memegangi tangan ibunya, karena Ibunya sudah lambat dalam berjalan. Syaikh mengantar untuk pergi ke kamar mandi sampai ibunya duduk di kursi khusus baginya. Kemudian Syaikh menunggu hingga ibunya menyelesaikan keperluannya di kamar mandi, setelah itu Ibunya di antar lagi ke tempat semula. Ini semua dilakukan Syaikh, walaupun ada anak-anak perempuan Syaikh dan istrinya.

6. Di antara bentuk bakti yang lain, Syaikh Abdurrahman Al Barrak hafidzahullah tidak pernah memutus kebiasaan Ibunya. Saya pernah membaca kitab di hadapan beliau di suatu hari di pelataran rumah beliau di pintu masuk khusus laki-laki. Pelajaran yang disampaikan Syaikh di sore hari biasanya tidak terputus kecuali apabila terdengar adzan maghrib. Tatkala menjelang adzan maghrib beliau meminta saya keluar dari rumah. Ini bukanlah kebiasaan Syaikh sebelumnya. Setelah Isya tiba-tiba Syaikh meneleponku di rumah, beliau meminta maaf dari kejadian di hari itu dan memberitahu bahwa dilakukannya hal tersebut karena Ibunya punya kebiasaan berwudhu untuk shalat maghrib di keran air di sebelah pintu di mana kami tadi berada.

7. Syaikh Al Barrak sangat memperhatikan keinginan Ibunya. Adalah kebiasaan Syaikh bermajlis dengan tamu-tamunya hingga adzan tiba kemudian mereka keluar untuk sholat. Namun jika sedang ada ibunya, maka Syaikh akan berdiri sebelum adzan tiba karena hal ini kesukaan Ibunya yang sholehah.

8. Tatkala semakin parah sakit yang dialami ibunya, maka Syaikh berusaha mengobatinya, beliau tidur bersamanya serta memberinya makanan dan minuman. Bahkan Syaikh kami ini apabila selesai sholat shubuh dari masjid, beliau menyiapkan minuman kemudian memberikannya kepada Ibunya, atau terkadang mendinginkan minuman tersebut untuk ibunya. Semua ini dilakukan beliau dengan keadaan beliau yang buta matanya. Setelah itu beliau kembali ke masjid untuk menyampaikan kajian shubuh.

Disarikan dari tulisan Abu Muhammad Al Qohthoni di forum http://www.ahlalhdeeth.com/ dengan sedikit penambahan

Sumber : http://www.direktori-islam.com/

Komentar

Postingan Populer