My Dream Campus (Dari Mimpi ke Reality)

Membicarakan mengenai perguruan tinggi idaman maka tidak akan terlepas dari ekspektasi dari orang tua maupun pelajar yang memasukinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa ekspektasi dari kita dalam memilih sebuah perguruan tinggi adalah hasil akhirnya yaitu kemudahan dalam mencari pekerjaan, sehingga perguruan tinggi sebagai penyedia jasa untuk menghasilkan “produk” yang tentunya “laris” di pasaran.

Pada dasarnya saya, anda, kita adalah suatu “produk” yang dihasilkan dari proses tertentu, proses yang di maksudkan di sini adalah ketika kita belajar baik itu dalam pendidikan formal seperti halnya contohnya di perguruan tinggi maupun dalam pendidikan non formal contohnya kegiatan kemasyarakatan. Pada saat belajar di perguruan tinggi, kita sesungguhnya tengah diproses dengan suatu metode tertentu dari perguruan tinggi tersebut agar kita dapat menjadi “produk” sesuai kriteria yang telah ditentukan. (bashirudin.blogspot.com : “Find it, Build it and Sell it” (mari menjual diri)).

Analogi proses pembelajaran dalam perguruan tinggi

1. Input

Perguruan tinggi idaman menurut saya sangat dipengaruhi oleh “bahan baku” yang bagus. Bagus di sini dalam artian, calon mahasiswa mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sehingga mampu menjadi produk sesuai dengan kriteria yang diinginkan seperti yang tertuang dalam visi dan misi perguran tinggi tersebut. Perolehan input yang bagus dilakukan dengan melakukan filterisasi dengan menggunakan tes, namun yang diukur bukan hanya IQ semata, namun perlu juga dilakukan pengetesan pada aspek EQ dan SQ. Dengan penetapan nilai agar dapat diterima disesuaikan dengan kebutuhan pasar akan tiga aspek tersebut yang diperoleh melalui riset pasar. Sebagai contoh : bila di pasar tenaga kerja untuk seorang teknikawan kebutuhan pasar adalah untuk IQ sebesar sekian-sekian, EQ dalam hal ini sikap dan perilaku sebesar sekian, SQ sebesar sekian-sekian, maka dalam proses filternya menggunakan batasan tersebut, namun untuk hal yang dapat dikembangkan dilakukan adjustmeent dengan menurunkan batasan tersebut sampai dengan nilai yang dapat dicapai dalam pengembangannya. Karena produk yang bagus selain input bagus juga proses harus bagus pula.

Proses filter input
2. Process

a. Proses pembelajaran

Seperti yang telah disebutkan di atas, produk selain dipengaruhi oleh input juga harus didukung oleh output. Proses pembelajaran yang bagus menurut saya haruslah dilakukan dengan memandang bahwa mahasiswa sebagai manusia yang sedang bertransformasi ke arah dewasa, sehingga dalam pembelajarannya juga menggunakan pembelajaran untuk orang dewasa, sehingga pemberian materi secara satu arah tidak akan efektif. Hal ini karena pengalaman orang dewasa tersebut berbeda sehingga mempengaruhi konsep belajar & mengajar. Belajar bukan lagi dipandang sebagai dominasi pendidikan formal. Mereka belajar sebagai suatu proses mental, bukan menerima secara pasif (selengkapnya baca bashirudin.blogspot.com : Andragogy sebagai faktor dalam man power planning”).

b. Pengajar

Selain itu, karena perguruan tinggi bertugas untuk mempersiapkan produknya untuk siap bersaing dalam dunia kerja, sehingga hasil dari perguruan tinggi tersebut haruslah mempunyai kemampuan sederhana dan tepat menyelesaikan persoalan (selengkapnya baca bashirudin.blogspot.com : “Find it, Build it and Sell it” (mari menjual diri)). Dalam prosesnya, mahasiswa di berikan ilmu oleh para pengajarnya yang disebut sebagai dosen, disinilah menurut saya letak kelemahan perguruan tinggi di Indonesia. Kebanyakan dosen yang ada diperguruan tinggi adalah “lahir dari buku teori”, dalam artian mereka hanyalah orang-orang yang teoritis bukan seseorang yang balance antara teori dan praktiknya (selengkapnya baca bashirudin.blogspot.com : “Teori VS Praktik”).
Ini bukan berarti pengembangan ilmu untuk teori terhambat, yang saya maksudkan adalah dosen tetap berkewajiban dalam mengembangkan teori, namun ketika dalam transfer pengetahuannya, dia harus dapat memberikan penjelasan kepada mahasiswanya bahwa secara teori ini begini namun dalam teknis kenyataannya agak sukar sehingga yang dapat dilakukan adalah begini-begini. Akan terasa sangat sulit bagi pengajar bila dia tidak mempunyai pengalaman, karena selama ini dia lahir, hidup dan berada dalam lingkungan yang sesuai dengan teoritis padahal dunia luar berbeda dengan dunia teori yang melahirkannya. Jangan sampai seperti yang diceritakan oleh Kwik Kian Gie dan Ceritanya soal "Profesor Kodok" terjadi. Barangkali anda lupa dengan cerita tersebut, berikut saya cuplikan dari KOMPAS.com.
Ekonom Kwik Kian Gie berpendapat, alasan bail-out Bank Century karena kekhawatiran akan menimbulkan dampak sistemik terhadap sistem perbankan hanya sebuah kamuflase. Dampak sistemik akan terjadi jika bank yang dibiarkan bangkrut meninggalkan utang dalam jumlah besar terhadap bank-bank lain. Kenyataannya, berdasar data yang ia miliki, Century justru memiliki tagihan pada bank-bank lain. Pernyataan seorang profesor (tanpa menyebut nama), bahwa dampak sistemik berkaitan dengan psikologis bank dan nasabah, dikritik keras oleh mantan Menteri Ekuin ini. Ia menyebut hal itu sebagai pernyataan seorang "profesor kodok" yang hanya tahu teori dan tidak mengerti kondisi yang sebenarnya. Kwik lantas menganalogikannya dalam sebuah cerita. "Di pinggir kali, ada anak berusia 5 tahun, seorang profesor, dan anak jalanan berumur 14 tahun yang setiap hari ada di pinggir kali itu. Anak 5 tahun tanya ke profesor, 'Berapa kali lompatan yang dibutuhkan kodok untuk melompat ke seberang kali?" tuturnya, pada diskusi Membongkar Skandal Bank Century, Kamis (19/11) di Gedung DPR, Jakarta.Ia melanjutkan, "Si profesor kodok menjawab, 'Kita lihat lebar diukur berapa senti kemudian dikalikan dengan panjangnya, baru tahu berapa lompatannya'. Jawaban profesor ini dibantah oleh anak 14 tahun. Anak itu bilang, 'Bapak salah, yang saya lihat hanya dua kali. Karena, setelah melompat sekali dan menyentuh air, kodoknya akan berenang. Kemudian, dia melompat sekali lagi ke daratan," papar Kwik. Dari cerita tersebut, Kwik ingin menggambarkan bahwa si anak yang berusia 14 tahun lebih mengetahui dari apa yang dilihatnya di lapangan dibandingkan sang profesor. "Menteri yang profesor kodok, tanpa tahu lapangan, cuma tahu hitung-hitungan. Saya enggak tahu, pura-pura bodoh atau bodoh betul," katanya. Kemudian, ia menguraikan, hanya bank-bank tertentu yang jika dibiarkan bangkrut akan berdampak sistemik. Bank-bank tersebut di antaranya bank multi-nasional. "Kalau Bank Century, tidak ada bank-bank lain yang menempatkan uangnya di sana sehingga tidak mungkin ada dampak sistemik," kata Kwik.


C. Rework


Yang menjadi konsen saya ketiga adalah peranan dosen pembimbing akademik (DPA) yang hanya sebatas nama, sebagaimana yang pernah saya alami sendiri, dimana saya hanya tahu nama DPA dari kartu hasil study saya tanpa pernah konsultasi, mana mungkin konsultasi ketemu saja tidak pernah. Mengapa hal ini menjadi sesuatau yang penting? Karena dalam pemprosesan aka terdapat produk yang sesuai kriteria dan produk yang tidak sesuai kriteria. Salah satu jalan untuk mengatasi produk yang tidak sesuai tersebut adalah denga keaktifan DPA. Walaupun mahasiswa ingin diperlakukan sebagai orang dewasa, namun harus selalu diingat bahwa mereka hanyalah dalam masa transisi belum sepenuhnya berubah menjadi dewasa, salah satu indikatornya adalah mereka masih dibiayai oleh orang tua mereka, dan orang tua adalah salah satu stakeholder yang sangat penting dan tidak bisa dilepaskan dari proses bisnis perguruan tinggi sehingga orang tua harus dimaintain dengan cara menjaga agar anak mereka dapat sesuai dengan yang diharapkan ketika dimasukkan dalam perguruan tinggi.
DPA ini juga akan berperan penting sebagai penjembatan dalam proses rework ketika suatu produk menyimpang dari kriteria yang ditentukan. Contohnya : ketika ada mahasiswa yang terlalu lama dalam menyelesaikan perkuliahannya, maka seharusnya DPA akan bertindak untuk “me-rework” dengan mencari penyebabnya dan menjembataninya. Mengapa peran DPA? Karena menurut pengamatan saya, permasalahan yang terjadi dalam dunia mahasiswa berhubungan erat dengan pengajaranya, sehingga salah satu sebab lamanya seorang mahasiswa menyelesaikan studynya bisa dikarenakan dosennya yang mempersulit, dan sudah sehausnya disadari oleh para staff maupun pengajar di perguruan tinggi bahwa mereka bekerja dalam bidang jasa, maka mereka harus dan sudah seharusnya dalam melakukan pekerjaannya memaintain hubungan dengan penggunanya dengan baik dan lebih baik lagi, bukan sebaliknya.

d. Auditable system


Kampus haruslah mempunyai menerapkan sistem yang baku dan telah melalui audit oleh auditor kelas dunia. Mengapa hal ini penting? Karena dengan adanya sistem yang teraudit secara berkala, maka peningkatan untuk mutu akan terus terjadi dan memperkecil celah terjadinya penyimpangan baik dalam proses, mutu, maupun dalam hal lainnya.


Proses Ideal dalam Perguruan Tinggi


3. Output


Untuk dapat mempersiapkan produk yang tepat sasaran, sebelum dilepaskan ke pasar luar, finishing proses yang terakhir harus dilakukan adalah proses pemagangan ini bertujuan agar “produk” yang dihasilkan tidak mengalami keterkejutan atau shock dikarenakan perbedaan suasana antara kampus dengan dunia nyata. Untuk tujuan tersebut kampus haruslah mempunyai sebuah wadah tersendiri untuk penempaannya, misal untuk teknik ada suatu tempat untuk menerapkan keilmuan tersebut entah itu berbentuk UD, CV atau PT, untuk mahasiswa kesehatan ada rumah sakit khusus untuk pendidikan, dan sebagainya. Selain sebagai wadah proses akhir, ini juga sebagai suatu pembuktian pada para pemakai jasa dalam hal ini orang tua, bahwa staff dan pengajarnya memang profesional di bidangnya.
Secara ekstrimnya jika di kampus tersebut terdapat ahli industri, ahli ekonomi namun tidak dapat medirikan industri walaupun kecil, maka sebaiknya dibubarkan saja kampus tersebut karena orang-orang yang berada di dalamnya bagus secara teoritis namun tidak dapat mengaplikasikan ilmunya di dunia nyata, bagaimana orang tua akan mempercayakan dalam proses pendidikan anaknya jika pengajarnya saja tidak mampu bertahan di dunia nyata, terlalu beresiko.


Memang saya sadari untuk mewujudkan perguruan tinggi seperti di atas memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit, namun hal tersebut tetap dapat diwujudkan dengan memulai langkah kecil yang bisa dilakukan sekarang dan dengan memandang ke depan penuh optimistis, bukankah sesuatu yang besar dimulai dari sesuatu yang kecil, dan bukankah sesuatu yang hebat dimulai dari sebuah mimpi.

Komentar

Postingan Populer